Hampir dua tahun sudah kita mengalami masa pandemi COVID-19, yang dimulai dari bulan Januari 2020 hingga kini.

Seluruh aspek perekonomian negara terdampak akibat pandemi tersebut. Sudah banyak perusahaan baik yang swasta maupun individu yang terdampak akibat tidak mampu beradaptasi dalam masa pandemi ini sehingga harus mengalami gulung tikar. Hal ini bukannya hanya berakibat bagi perusahaan, tetapi juga akan berakibat pada para pekerja yang bekerja pada perusahaan tersebut.

Berdasarkan data yang dikutip dari bps.go.id, lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan terbesar yaitu Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (1,43 persen poin). Sebanyak 77,91 juta orang (59,45 persen) bekerja pada kegiatan informal, turun 1,02 persen poin dibanding Agustus 2020.

Persentase pekerja paruh waktu naik sebesar 1,03 persen poin, sementara persentase setengah pengangguran turun 1,48 persen poin dibandingkan Agustus 2020. Terdapat 21,32 juta orang (10,32 persen penduduk usia kerja) yang terdampak COVID-19. Terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (1,82 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena COVID-19 (700 ribu orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (1,39 juta orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (17,41 juta orang).

Semakin meningkatnya jumlah angka pengangguran, maka akan semakin banyaknya jumlah keluarga yang mengalami penurunan pendapatan.

Kini penghujung tahun 2021 sudah di depan mata, mungkin kita sepakat bahwa selama dua tahun terakhir ini, merupakan tahun bagi kita semua untuk melakukan muhasabah (instrospeksi/evaluasi diri). Yang mana, mungkin tidak hanya cobaan yang dihadapi baik diri sendiri maupun keluarga dari segi ekonomi tetapi mungkin kehilangan orang tercinta akibat COVID-19 ini.

Hal itu menjadi salah satu alasan diadakannya Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang mengangkat topik “Sakinah Finance”. Diselenggarakan pada hari Sabtu, tanggal 18 Desember 2021,

Kata Sakinah sendiri dapat diartikan sebagai sebuah perasaan yang  menyejukkan atau menentramkan, yang berasal dari kecenderungan hati dari kedua belah pasangan. Jika selama ini kita mengenal kata Sakinah sebagai pelengkap dalam untaian doa pernikahan, atau sebuah konsep yang melekat hanya dalam konteks pernikahan.

Jarang sekali melihatnya sebagai sebuah konsep dalam ranah keuangan keluarga. Padahal, salah satu fondasi penopang yang membuat keluarga dapat merasakan ketenteraman adalah fondasi ekonomi keluarga yang dapat memenuhi semua kebutuhan keluarga itu sendiri.

Sakinah finance sendiri merupakan judul buku hasil karya pasangan Luqyan Tamanni dan Murniati Mukhlisin, yang secara garis besar menjelaskan pengertian serta penjelasan tentang pengaturan keuangan yang dapat membuat keluarga kita tenteram secara Islami.

Kondisi keuangan inilah yang selama ini kurang menjadi concern seluruh pihak terkait, sehingga menjadi concern untuk dijadikan pelaksanaan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Widyatama (UTama) Bandung yang dipimpin oleh Sakina Ichsani, S.E., M.M., juga tercatat sebagai Dosen UTama.

Kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap semester yang juga dibiayai oleh LP2M UTama ini, memiliki tujuan memberikan penjelasan dan gambaran betapa pentingnya pengelolaan keuangan keluarga berdasarkan syariat agama.

Pembukaan kegiatan dilakukan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UTama, Dr. Hj. R. Adjeng Mariana F, S.E., M.M.
Pembukaan kegiatan dilakukan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UTama, Dr. Hj. R. Adjeng Mariana F, S.E., M.M.

Pada kegiatan kali ini, para peserta diberikan gambaran aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan secara syar’i, yaitu meliputi Pengelolaan dan Perencanaan.

Mengapa diperlukan perencanaan? Alasan mengapa perencanaan keuangan diperlukan dan menjadi bagian penting dalam manajemen rumah tangga karena hidup harus direncanakan, setiap keluarga mempunyai impian dan cita-cita berbeda, wabah dunia modern yang terbiasa dengan hutang, dan perencanaan keuangan merupakan bagian dari maqashid syariah.

Lalu bagaimana pengelolaan keuangan keluarga? Pengelolaan keuangan keluarga dengan konsep sakinah finance adalah mengedepankan kebutuhan pokok yang sifatnya dharuriyat, kemudian hajiyyat, baru setelahnya tahsiniyyat. Dengan managing incomemanaging needsmanaging dreams/wantsmanaging surplus/deficit dan managing contingency. Dan terakhir adalah bagaimana proses perencanaan keuangan?

Pengaturan keuangan secara syar’i merupakan salah satu cara agar keuangan keluarga kita dapat menenteramkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan memastiakna bahwa selama ini sumber pemasukan keuangan keluarga berasal dari sumber yang halal, yang berkah bagi keluarga kita.

Keuangan keluarga yang kita miliki dapat disesuaikan dengan maqashid syariah (maksud atau tujuan dasar dari syariah). Menurut Ibnul Qayyim, maqashid syariah di dalam kategori kebutuhan dasar itu mempunyai lima aspek :

a. Pemeliharaan agama (hifdhud-din);

b. Pemeliharaan jiwa atau kehidupan (hifdhul-hayah);

c. Pemeliharaan intelek/ilmu pengetahuan (hifdhul-‘aql);

d. Pemeliharaan keturunan (hifdhunnasl); dan

e. Pemeliharaan harta (hifdhul-maal).

Dengan berpegang pada prinsip-prinsip di atas, maka selanjutnya kita mengatur dan merencanakan keuangan keluarga kita. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur 5 hal :

1. Managing Income (mengatur sisi penerimaan).

Dalam kategori ini, keluarga harus memastikan bahwa sisi penerimaan keuangan berasal dari sumber yang bersih, bukan meragukan (syubhat) apalagi haram.

2. Managing Needs (mengatur kebutuhan)

Dalam kategori ini, kita harus mengenali dan membagi kebutuhan wajib yang harus terpenuhi dalam keluarga. Kebutuhan untuk membayar zakat adalah salah satu dari kebutuhan dalam keluarga islami.

3. Managing Dreams/Wants (mengatur keinginan)

Secara sederhana, keinginan adalah hal-hal yang melengkapi hidup kita di aspek kenyamanan atau keindahan. Hal-hal ini tentunya mempunyai dimensi sekunder/hajiyyat ataupun tersier (tahnsiniyyat). Di dalam pengaturannya, keinginan harus memperhatikan rambu-rambu agar tidak berlebihan (isyraf), mubazir ataupun melalaikan kita dari tugas utama kita sebagai hamba-Nya.

4. Managing surplus/deficit

Indikator kesuksesan keuangan biasanya adalah hasil akhir (bottom line). Hasil akhir yang baik akan berbuah surplus dan sebaliknya. Dalam buku ini, dibahas bagaimana kita mengatur surplus ataupun tips menghadapi kondisi defisit.

5. Managing Contingency

Kehidupan seringkali berubah karena adanya kejadian yang tak terduga. Kejadian-kejadian ini membutuhkan dana yang terkadang cukup besar dan terjadi di saat kita sedang tidak siap. Dana emergency dan perlindungan asuransi islami merupakan dua hal yang dianjurkan dalam menghadapi hal ini.

Pada kegiatan kali ini yang menjadi narasumber adalah Kharisya, yang juga tercatat sebagai Dosen Program Studi S1 Manajemen, mengatakan bahwa managing income dapat disimpulkan bahwa dalam managing income kita perlu melakukan niat yang benar, Fokus mencari yang halal dan thayyib, bekerja keras dan memulai saat masih pagi, menyambung tali silaturahim, menunaikan hak Allah, muhasabah dan taubat serta banyak bersyukur.

Sementara managing needs dalam konteks maqashid syariahmanaging needs berarti mengatur konsumsi kita terhadap semua keperluan yang bersifat dharuriyyat dan (sebagian kecil) hajiyyat dalam menjaga atau memelihara aspek-aspek agama, jiwa, harta, keturunan, dan intelek. Managing needs tentang mengelola kebutuhan akan mengupas secara lengkap aspek pengeluaran wajib yang harus diperhatikan, di samping bagaimana keluarga harus menyusun prioritas belanja untuk bisa menenuhi semua aspek maqashid syariah.

Managing dreams dapat disimpulkan kita secara tegas akan memisahkan antara kebutuhan (needs) dan keinginan (wants). Keinginan atau dreams merupakan hal-hal yang kita inginkan untuk melengkapi kehidupan kita bisa dikarenakan memberi kenyamanan atau memperindah lingkungan sekitar kita. Secara sederhana, wants adalah semua kebutuhan yang mempunyai dimensi secondary/ sebagian besar dari hajiyyat atau tertiary/tahsiniyyat. Tidak ada batasan khusus yang mengatur wants karena memang keinginan setiap individu sangat relatif dan berbeda-beda sesuai dengan zaman, tempat tinggal, atau kondisi sosial ekonomi masing-masing. Yang harus diperhatikan barangkali adalah rambu-rambu isyraf (berlebihan) dan mubazir serta tidak melalaikan kita dari tugas utama sebagai hamba Allah.

Managing surplus/deficit seperti yang disampaikan oleh Dr. Kharisya Ayu Effendi, S.E., M.S.M., dalam pengelolaan keuangan, tingkat rumah tangga atau level kenegaraan, yang sering menjadi indikator kesuksesan adalah hasil akhir (bottom line), baik berupa laba atau neraca yang surplus maupun berimbang. Rugi atau defisit merupakan kondisi yang tidak diinginkan. Hal ini karena ketika neraca keuangan keluarga surplus atau minimal berimbang, keluarga tersebut akan mampu berfungsi dengan baik, memenuhi semua kewajiban keuangan, bahkan merealisasikan berbagai impian keluarga.

Dr. Kharisya Ayu Effendi, S.E., M.S.M. menyimpulkan managing contingencies sebagai kejadian yang tak terduga selalu akan kita alami dalam kehidupan berkeluarga, baik yang menimpa kita maupun keluarga dekat kita. Sering kali kejadian ini membutuhkan dana yang terkadang cukup besar dan terjadi di saat kita sedang tidak siap. Oleh karena itu, mempersiapkan diri secara keuangan sangat dianjurkan, apalagi tidak setiap saat kita dapat meminta bantuan ke keluarga atau kerabat. Dana darurat dan perlindungan asuransi merupakan dua hal yang dianjurkan sebagai langkah persiapan menghadapi situasi darurat, seperti sakit, terkena dampak bencana, dan seterusnya.

Lebih lanjut, dalam penutupan pemaparannya, Dr. Kharisya Ayu Effendi, S.E., M.S.M. mengatakan bahwa seperti halnya neraca tahunan keuangan perusahaan, keuangan keluarga pun idealnya memiliki perhitungan akhir untuk mengetahui kondisi keuangan keluarga, apakah surplus atau defisit. Dari sana, kita bisa mengevaluasi tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Baik defisit maupun surplus, keduanya harus ditindaklanjuti dengan baik dan benar, sehingga tercipta keseimbangan keuangan yang dapat mensejahterakan keluarga itu sendiri.

(Sumber:majalahsora.com)