Ribuan Calon Mahasiswa Universitas Widyatama Peroleh Pencerahan Soal Kekerasan Seksual dan Radikalisme

SABACIREBON – Ribuan calon mahasiswa baru Universitas Widyatama Bandung, Jumat (26/08) mendapatkan pencerahan perihal kekerasan seksual di kalangan dunia pendidikan dan paham anti radikalisme serta terorisme dari dua orang pakar di bidangnya.

Hj. Listiyaningati, seorang psikolog menyampaikan pemaparan perihal kekerasan seksual di dunia pendidikan dan Enda Nasution sebagai Aktivis Media Sosial (Medsos) berbicara tentang paham anti radikalisme, terorisme serta gerakan anti kekerasan seksual dan perundungan.

Di hadapan 1.592 peserta dari 2.102 calon mahasiswa peserta Program Pengenalan Universitas (PPU) Widyatama yang dilaksanakan melalui daring zoom meeting serta kelas tatap muka, Listiyaningati memperingatkan bahwa dari berbagai kasus pelecehan maupun kekerasan seksual, potensi kejahatan tersebut, jika mengacu pada pelaku maka hal ini lebih banyak dilakukan oleh orang dewasa. “Lalu siapa korbannya?. Bisa anak oleh pelaku anak, anak oleh pelaku dewasa, dan korban dewasa oleh pelaku dewasa.”

Namun patut disayangkan, jika sekalipun terjadi masalah-masalah semacam kekerasan seksual di kalangan mahasiswa, kebanyakan para korban tidak berani melapor,. sehingga penyelesaiannya sulit terjangkau hukum.

Menurut psikolog Listiyaningati, saat ini korban kekerasan seksual itu bukan hanya wanita, tetapi bisa juga lelaki yang jadi korban. “Mau itu sesama jenis atau dari kalangan wanita terhadap laki-laki. Dampak psikologis dari semua peristiwa kekerasan tersebut pada umumnya akan memunculkan perubahan sikap dan perubahan perilaku korban.”

Hj. Listiyaningati juga mengingatkan kerpada para calon mahasiswa, perilaku kekeraan seksual umumnya melakukan aksi tIndakan-tindakannya melalui cara-cara sebagai berikut :

  1. Penolestation (menyentuh secara tidak senonoh atau memaksa untuk menyentuh alat kelamin atau buah dada pelaku);
  2. Rape/perkosaan (dimasukannya benda apapun kedalam lubang apapun untuk kepuasan seksual);
  3. Voyeurism (melihat korban di berbagai tahap melepas pakaian);
  4. Ekshibisionisme (mempertontonkan alat kelamin);
  5. Pornografi (memfilmkan atau merekam video anak secara tidak senonoh) dan
  6. Prostisusi paksa (terlibat prostitusi atas perintah orang dewasa).

Kepada peserta PPU juga diminta agar selalu waspada, karena pelaku kekerasan seksual itu juga sering kali melakukan aksinya secara daring. “Contohnya, berawal dari grooming secara online, dimana seseorang mengincar orang-orang yang secara psikis sedang galau di media sosial. Pelaku seolah bisa menjadi orang yang sangat peduli dan paling baik dan ujung-ujung nya melakukan pelecehan.”

Dalam kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual, menurut pembicara, pelaku bahkan tak segan-segan mengancam korban dengan cara apapun. “Salahsatu kasus, misal pelaku meminta korban mengirimkan foto-foto syur. Lalu disuatu waktu pelaku menggunakan foto tersebut untuk mengancam korban dengan menyebarkannya.”

Menghadapi kemungkinan terjadinya masalah seperti ini, termasuk ancaman, maka korban bisa langsung melaporkannya kepada pihak yang berwajib.

Dia menilai hampir 95% kasus pelecehan dan kekerasan seksual terjadi akibat lingkungan keluarga yang tidak harmonis atau tidak berfungsinya peran keluarga.

Paham Radikalisme

Sementara itu aktifis Medsos Enda Nasution pada kesempatan berbicara di hadapan calon mahasiswa UTama mengingatkan bahwa kalangan muda termasuk mahasiswa merupakan target yang paling mudah untuk dipengaruhi, baik oleh hal positif maupun hal negatif.

“Ini terbukti di berbagai kampus di Indonesia, mahasiwa jadi sebuah target baru untuk menyusupkan paham paham radikalisme, termasuk lewat media sosial,” kata Enda.

Aktifis Medsos ini juga menggarisbawahi bahaya yang tetap menganam kalangan muda dan mahaiswa dengan penyebaran paham radikalisme. “Tetap hati-hati terhadap paham ini, karena para pelaku radikalisme menganggap masih ada dan banyak potensi untuk rekrutmen radikalisme lewat media sosial terutama.”

Diingatkan, dengan teknologi digital semua bisa menjadi produsen informasi dan ikut menyebarkan informasi, meski pun informasi yang dfisebarkan itu belum tentu benar.

Selanjutnya aktifias Medsos itu menyampaikan ada 6 hal kenapa pemuda rentan terpapar radikalisme dan terorisme:

  1. Pemuda dan mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang sedang mencari identitas;
  2. Pemahaman mengenai keagamaan yang tidak sama;
  3. Membutuhkan perasaan kebersamaan;
  4. Memperbaiki apa yang dianggap sebagai ketidakadilan;
  5. Mencari sensasi dan kegagahan serta
  6. Menaruh simpati pada kelompok radikal atau teroris melalui jaringan internet.

Di penghujung pemaparannya dia tetap mengingatkan, kaum muda dan mahasiswa sebagai target rekrutmen dari penganut paham radikalisme dan teroriosme.“Sekali lagi anda boleh percaya, membaca semua hal, dan ekspose diri kamu terhadap berbagai hal yang ada, tetapi selalu berfikir kritis, jangan cukup percaya terhadap informasi dari satu sumber,” demikian aktifis Medsos Enda Nasution.***