Kurikulum Entrepreneurship di Kampus

MAHASISWA saat ini yang pintar semakin berkembang, tetapi tak banyak yang mau berani. Mahasiswa sudah banyak yang mampu tetapi tak bisa mengaplikasikannya untuk menggunakan inovasi. Mahasiswa- mahasiswa yang pintar dan mampu secara materi, setelah lulus dikhawatirkan menjadi seorang pegawai yang berada di zona kenyamanan dan akan terjebak dengan permainan curang instansi-instansi negara atau swasta untuk memanfaatkan kepintaran mereka menjadi kekuasaan monopoli institusi di tanah air.

Hal ini menyebabkan pemikiran mahasiswa sekarang masih berupa parsial dan tidak berpengalaman sehingga tiap- tiap mahasiswa saat ini sudah banyak yang suram. Jika hingga kini sampai mahasiswa semester akhir masih tetap santai, pacaran keterlaluan, IP jeblok, tak pernah berorganisasi, tak pernah punya keahlian spesifik, dan tak ada minat berusaha mandiri, itu sama saja membunuh masa depan kita. Lebih pusing lagi jika memikirkan pekerjaan setelah lulus menjelma menjadi “hantu” bagi sebagian mahasiswa karena pola pikir yang lebih banyak ketergantungan dan cara- cara instant lebih cepat lainnya.

Tentunya untuk mencari pekerjaan lebih cocok perlu ada usaha semaksimal mungkin karena persaingan yang semakin ketat sehingga mahasiswa dituntut proaktif dan inovatif untuk dapat kerja. Mahasiswa tidak harus bekerja sesuai title yang diperoleh saat di bangku kuliah. Jika para mahasiswa dan sarjana ditanya, profesi apa yang ia impikan? Bisa dipastikan, hampir separuhnya, bahkan lebih, yang menjawab ingin menjadi pegawai. Sangat sedikit yang menjawab ingin berwirausaha dan impian mahasiswa yang masih kecilnya dahulu sangat tinggi kini hanyalah sebuah fiktif belaka menjadi pemimpi cita-cita.

Mahasiswa tak harus selalu menjadi pegawai di perusahaan atau instalasi lain, apalagi harus menjadi pegawai negeri sipil dan pegawai swasta yang lebih terkenal. Secara mandiri, mahasiswa dapat menciptakan lapangan pekerjaan mandiri. Banyak cara untuk bisa bersaing mendapat pekerjaan, salah satunya dengan membuka lapangan pekerjaan sendiri sehingga tidak perlu bergantung pada orang lain. Misalnya, dalam berwirausaha kita harus berani kreatif dan inovatif. Kreatif berinovasi bagaimana kita menciptakan sesuatu yang berbeda dari yang lain, sesuatu yang tidak pernah dipikirkan orang lain sebelumnya dan tentunya menarik.

Selain itu bisa menghindari sifat yang berhubungan dengan ketergantungan pekerjaan yang sudah ada dan benar- benar aman karena sudah dianggap pekerjaan aman dan santainya itu membuat generasi berikutnya malas dan enggan bergagas ide baru masa depan. Karena ketergantungan semacam ini tidak seharusnya terjadi karena selain akan menjadi beban pemerintah, juga menjadikan mahasiswa tidak hidup kreatif guna membangun kemandirian.

Dengan hadirnya kurikulum entrepreneurship dalam kampus menjadi harapan baru bagi penanaman jiwa kemandirian di kalangan mahasiswa. Kurikulum akan efektif bila tak sekadar menjadi bahan diskusi dalam kelas, melainkan bagaimana aplikasi langsung merintis lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain. Menjadi wirausahawan merupakan kesempatan yang dapat diambil mahasiswa. Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) atau Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang dicanangkan pemerintah, misalnya, bisa jadi modal awal bagi mahasiswa. Dengan adanya komunitas biasa wirausaha yang ada di kampus seperti Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) hanya sebagian mahasiswa berhasil bisa menjadi wirausaha murni, namun jika diadakannya kurikulum entrepreneurship ini bisa merubah paradigma mahasiswa sekarang menjadi seorang artistik, spiritual, intelligence, dan intellectual.

Banyak wirausaha yang dapat digeluti mahasiswa, mulai dari memproduksi barang ataupun jasa, seperti mendirikan bimbingan belajar atau memproduksi barang dan makanan inovatif. Mumpung pesaing- pesaing saat ini masih terlelap dan terbuai dengan main- main di zona kenyamanan mereka seperti pacaran, main jejaring sosial internet, nongkrong, dan sebagainya, kini saatnya tunjukkan untuk kreatif. Mulailah bangun kerajaan bisnis masing- masing di atas fondasi yang nyata dan berdaya saing tinggi. Memiliki usaha sendiri dan kemudian menjadi pemimpin di industri bukanlah persoalan ada tidaknya modal. Ini lebih kepada kemauan dan keterampilan membaca peluang. Dengan begitu orang akan lebih tertarik dan bisa melakukannya. Be creative and innovative, kelak semua itu akan menjadi investasi masa depan kita.

www.mediaindonesia.com – Nurintantio Purwo Saputro, Mahasiswa Manajemen (0209U219)